Sunday, October 23, 2011

Perempuan-Perempuan Simpanan

Perempuan harus cerdas. Itu yang sekarang aku pikirin. Ini dampak tadi makan di salah satu rumah makan sunda di daerah Sentul, Bogor. Bukan gara-gara makanannya, pastinya. Hehe. Pikiran itu 'nongol' karena percakapan, atau lebih tepat disebut monolog si ibu pemilik rumah makan tentang tiga 'asisten'-nya yang hari ini libur semua.
Tiga asisten dari si pemilik warung dengan perhiasan komplit itu perempuan semua. Mereka libur hari Minggu karena semuanya punya anak dan suami. Yang menarik bukan itu, melainkan karena ketiganya adalah istri kedua dari para suami mereka. Aih!
Kalau awalnya aku pikir suami-suami mereka adalah lelaki-lelaki berduit dari kota, aku salah banget! Iya sih, kalo suaminya berduit, ngapain mereka jadi 'asisten' di rumah makan si ibu?? Ternyata, suami-suami mereka berprofesi sebagai kuli pasir. Glekk!
Pria-pria itu bukan penduduk setempat. Kebanyakan perantauan dari luar Jawa Barat. Aku jadi mikir, namanya kuli perantauan gitu tinggalnya kan gak tetap. Kalo mereka pergi ke daerah lain lagi, mungkin aja mereka juga punya istri simpanan lain? Gak jelas siapa yang istri pertama, kedua, ketiga... *tepok jidat.
Oya, menurut si ibu pemilik warung para 'asisten'-nya ini cuma dikasih uang 300-350 ribu per bulan sama suaminya. Sementara gaji mereka di si ibu 700 ribu. Hore! Makin geleng-geleng kepala saya.
Apa ya yang ada di pikiran perempuan-perempuan yang jadi istri simpanan dari kuli trus dikasih 'upah' 300 ribu per bulan? Padahal mereka harus layanin suami-suami itu dengan status bukan istri sah, tetep kerja jadi pelayan pula!
Kesel lihat perempuan-perempuan itu. Tapi kasihan. Campur aduk. Mereka terhimpit perekonomian? Tapi buktinya yang dinikahi bukan pria berduit. Cinta? Ah, aneh.
Memilih jadi istri simpanan rasanya tetap keputusan bodoh. Mau si pria itu berduit ataupun tidak. Maaf. Tapi itu pendapatku.
Kalau jadi istri simpanan, bukannya perasaan ga akan pernah nyaman dan tenang? Lagipula, itu tandanya si pria ga cinta sama dia (kalo cinta mah ditunjukkan, bukan disimpen2). Kasihan juga anaknya. Ga perlu dibeberin kan kenapa kasihan sama si anak?
Tapi keadaan mereka bikin aku juga berpikir, bisa jadi faktor pendidikan yang kurang yang memaksa mereka jadi perempuan simpanan. Kalo mereka punya pendidikan tinggi, pasti bisa berpikir maju. Jadi inget sama kata-kata mama, "Perempuan itu sekolah tinggi dan bekerja bukan buat menginjak-nginjak harga diri suami, tapi untuk membuat dia kuat dan jauh lebih dihargai. Hidup ga pernah bisa diduga."
Buat aku, perempuan itu harus cerdas. :)

Sunday, October 9, 2011

My Rainbow Life (Part 2)

Aku, Cintya Putri Perdana. Belum berubah nama dan ga bakal berubah nama. :)
I love to do many things: writing, handcrafting, blogging (yang ini baru, peralihan dari diary :D). More.
Dulu sempet berpikir bahwa I have to have a job which is my hobby. I must be have a big big passion to do that.
But, man propose, God dispose. Now I'm a part of broadcast media industry. A very little part. Stop.
Beberapa hari lalu, Edy, one of my bestie, diterima jadi reporter SCTV. Great? Sure. That's what he wants.
Aku jadi kepikiran cita-cita lama: being a writer. Can I? I do wish. Dan sebenernya, aku pikir aku bukan orang yang kejar karir. I mean such a higher position. No. Aku mau nantinya jadi ibu rumah tangga, urus suami dan anak. But it's a BIG NO NO if u think that I love to be an ordinary housewife. Aku mau jadi ibu rumah tangga yang penulis, handcrafter, apalagi ya? Banyaaakkk. But I'll do love to be a GREAT MOM!
Sekiaaan curhat hari ini. Kerja lagiiii... :)
P.S : Thank u, Blogger for being my cute diary.

Sunday, October 2, 2011

My Rainbow Life (Part 1)



Hey, aku Cintya Putri Perdana. Salam kenal.
Aku lahir 23 tahun lalu dari rahim mama. Waktu lahir konon aku hitam. Ga mirip siapa-siapa. Mama made sure that I wasn't twisted with other baby. Ga ketuker, pasti, karena cuma mama yang lahiran pagi itu.
Aku percaya kalo ada yang mempertanyakan apakah aku anak pungut atau bukan. Karena, aku juga ga yakin kalo aku anak kandung mama. Gila, mama cantik banget! Malah aku sempet nemuin foto bayi hitam kelam jelek kacau dan suram terus aku dengan 1000 % yakin bilang gini, "Ihh, ini foto anak monyet siapa yang mama simpen??" Dan jawabannya sangat amat mengenaskan, "Itu kamu." Glekk! Tapi pendapat aku konsisten. Foto anak itu (which is AKU) emang jeleeek! Hahahaha..
Aku ga suka dibilang mirip papa. Aku maunya mirip mama. Haha. Sorry, Pap!
Oya, mama-papaku  divorced waktu aku kelas 2 SD mau naik kelas 3 SD. Papa nikah lagi sama seorang wanita warteg. That's why I do hate warteg. Mungkin harusnya aku bikin gerakan 'Say No To Warteg Sedunia'. Hahahaha. Gad eh, ga penting juga.
Kembali ke hidupku. Aku idolain mama. Dia keren banget. Waktu cerai sama papa, mama dapet 'warisan' aku dan adik lelakiku. Juga rumah dan isinya. Sementara papa dapet semua kontrakan dan satu motor. Enak mana kira2? Ga usah aku jawab.
Mama tuh asli sakti banget cari duitnya. Mulai dari jadi pelayan toko, sales komputer, sampe akhirnya jadi agen asuransi sampai sekarang. Papa kasih tunjangan, sih. Tapi to be honest tu duit cuma bisa buat beli susu adikku yang usianya masih 2.5 tahun waktu mereka divorced. Buat hidup kami bertiga juga pendidikan layak buat anak-anaknya mama yang banting tulang.
Kalo ada orang tanya, gimana rasanya jadi anak broken home family? Jawabannya 1000% adalah 'GA ENAK'
Ga punya orang tua normal dan terlebih ga punya keluarga normal. It hurts me so much. But life isn't about being sad all the time. Right?
Lagian di luar sana tuh banyak yang jauh lebih ga beruntung daripada 'sekedar' jadi anak broken home. Ga usah disebutin contohnya. Pergi aja ke jalanan, banyak banget deh tuh contoh.
Kadang suka bingung sama anak-anak yang ngerusak hidupnya dengan alasan mereka korban broken home. Emang ga gampang nerimanya. Aku juga sempet ngalamin masa-masa 'galau' (aiiih! :D). Apalagi kalo liat orang lain yang keluarganya harmonis. Trauma juga ada, kok. Aku selalu ngerasa kalo keluarga yang utuh sampai kakek nenek tu amazing! Hehe. MAkanya kalian yang punya keluarga harmonis, jaga baik2 tuh harta berharga.
Dulu waktu SD aku belum terlalu peduli sama divorce. Ga ngerti juga. Tapi pas SMP aku sering ribut sama papa. Papa dan aku sama-sama keras kepala dan ga mau kalah. Masing-masing ngerasa punya pembenaran atas sikap keras kami. Mungkin kalo jadi anak bandel aku punya alesan juga ya? Tapi rasanya sayang banget nuker masa depan kita yang masih 'virgin' dengan hal-hal ga berguna.
Oya, tiap kejadian tuh ada hikmahnya. Termasuk perceraian orang tua. Cuma kadang mata hati ketutup rasa galau yang berlebihan jadi ga bisa liat hikmah itu. Hehehehe.
Udah soal divorce-nya. Kapan-kapan lanjut lagi. Siiyuuu.